Berita negatif di berbagai platform digital menyebar dengan sangat cepat, dan hal ini telah menciptakan sebuah perilaku yang dikenal dengan sebutan doomscrolling. Menurut Flinders University, doomscrolling adalah kebiasaan buruk yang membuat seseorang terus-menerus membaca berita atau konten negatif di media sosial atau situs berita, meskipun informasi tersebut seringkali membuat kita merasa cemas atau tidak nyaman dan bahkan bisa membuat kita ketagihan.
Dorongan untuk terus-menerus melihat berita negatif dipengaruhi oleh meningkatnya konflik, seperti kekerasan, bencana alam, dan ketegangan politik yang selalu mendominasi media. Dalam situasi seperti ini, banyak dari kita merasa terdorong untuk terus memantau berita yang ada.
Doomscrolling dapat memengaruhi siapa saja yang memiliki perangkat digital, seperti yang dikutip dari Harvard Health Publishing. Dr. Aditi Nerurkar dari Harvard Medical School menekankan bahwa jika kita memiliki perangkat digital, kita cenderung untuk terus membaca berita buruk. Perilaku ini berakar pada sistem limbik otak manusia, yang sering disebut sebagai otak kadal atau reptil. Otak ini berperan dalam proses melawan atau lari dari bahaya dan mendorong kita untuk selalu lari dari ancaman.
Meskipun semua orang rentan melakukan perilaku buruk ini, ada tiga kondisi orang yang lebih rentan melakukannya, yaitu orang yang sedang mengalami stres, perempuan, dan orang yang memiliki trauma. Dosen psikologi dari Universitas Hang Tuah, Lutfi Arya, MPsi, Psikolog, mengungkapkan bahwa ada tiga alasan utama mengapa seseorang cenderung melakukan doomscrolling.